Ambon Expres
26 January 2016
AMBON,AE— Indikasi kongkalikong terungkap dari pembangunan Gapura selamat datang di Piru, kabupaten Seram Bagian Barat. Diduga, lolosnya anggaran proyek itu tanpa pembahasan di Badan Anggaran (Banggar) DPRD setempat, karena ada peran dari dalam lembaga wakil rakyat itu. Indikasi kongkalikong juga terendus dari Kejaksaan Tinggi Maluku yang menghentikan proses hukum dengan alasan tidak menemukan penyimpangan.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Gapura itu dibangun dengan anggaran sebesar Rp5.6 miliar dengan rincian, tahun 2014 pemerintah setempat mengalokasikan anggaran Rp2.8 miliar. Dana dengan jumlah yang sama kembali digelontorkan pada tahun 2015. Namun, dua kali penggunaan anggaran itu tidak melalui pembahasan bersama Banggar. DPRD pun seakan menutup mata dari proyek ‘siluman’ tersebut.
Menurut tokoh pemuda kabupaten SBB, Fery Kasale, lolosnya anggaran tersebut karena DPRD tidak tegas dalam menjalankan fungsi anggaran dan pengawasan. Bahkan, itu menunjukkan adanya kongkalikong untuk memuluskan anggaran proyek yang dikerjakan oleh Ko Uya.
“Ini pertanda DPRD SBB sudah masuk angin dan bahkan sudah ikut konspirasi. Sehingga eksistensi DPRD sudah sangat diragukan publik. Ini sangat jauh dari harapan masyarakat,” Kata Kasele via seluler, Senin (25/1).
DPRD SBB, kata ketua DPD Posko Perjuangan Rakyat (POSPERA) Maluku itu, tidak bernyali. Mereka lebih suka berkonspirasi dengan penguasa di daerah itu, dari pada melaksanakan tiga fungsi utama mereka, yakni legislasi, anggaran, dan fungsi pengawasan. “Kami sangat mengecam perilaku wakil rakyat di SBB itu,”tegasnya.
Kongalikong, kata Kasale, juga terlihat pada proses hukum terhadap laporan masyarakat tentang dugaan mark up anggaran proyek Gapura itu. Keputusan aparat penegak hukum di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku untuk menghentikan proses hukum dengan alasan tidak menemukan penyimpangan, sulit dipercaya.
Sebab, lanjutnya Jaksa tidak menjelaskan kepada publik secara rinci substansi keputusan tersebut. Seharusnya jaksa menjelaskan secara transparan ke publik, alasan kasus tersebut dihentikan. Karena, bila hanya beralasan tidak ada penyimpangan, menunjukkan ada hal yang tidak beres dalam proses hukum.
Penggiat anti korupsi, Keny Lestaluhu menilai, pemerintah kabupaten SBB dalam hal ini dinas Pekerjaan umum telah melakukan pelanggaran karena menggunakan anggaran tanpa melalui prosedur bersama DPRD. “Jangan tidak dibahas tapi dikerjakan. Itu namanya penyalahgunaan kewenangan,” katanya, kemarin.
Ketua Lembaga Kreativitas Pemuda Madahani Maluku (LKPM) itu juga menduga terjadi kongkalikong untuk memuluskan anggaran proyek yang dikerjakan untuk menunjang pelaksanaan MTQ tingkat provinsi Maluku di kabupaten SBB itu.
“Saya tidak menjustifisikan bahwa semua anggota DPRD itu terlibat kongkalikong dengan Pemda. Tapi bila itu tanpa melalui Banggar, itu sudah salah. Jangan sampai ini akibat kejahatan berjamaah,” ungkapnya.
Ketua Komisi B DPRD Kabupaten SBB Hendri Siliholo yang dikonfirmasi tidak memberikan penjelasan secara rinci. Dia beralasan, APBD telah ditetapkan sehingga hanya dapat dijelaskan oleh pimpinan DPRD.
“APBD sudah dibahas dan ditetapkan. Jadi konfirmasi ke pimpinan DPRD, jangan ke saya,” elak dia sembari menutup telepon selulernya. Ketua DPRD SBB, Hans Rotasaouw yang dihubungi untuk dikonfirmasi, enggan memberikan penjelasan.
Sementara, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku belum bersedia memberikan penjelasan secara rinci tentang penghentian proses hukum atas kasus tersebut. (MAN)