Proyek Ilegal, Dibebaskan Jaksa

Ambon Expres

25 January 2016

AMBON, AE— Penggunaan anggaran daerah untuk pembangunan Gapura selamat datang di Piru, kabupaten Seram Bagian Barat dinilai merupakan pelanggaran hukum, karena tidak melalui pembahasan di Badan Anggaran (Banggar) DPRD di sana. Namun Kejaksaan Tinggi Maluku malah mengaku tidak menemukan penyimpangan dalam kasus tersebut. Padahal, seharusnya, masalah ini diproses secara hukum hingga tuntas.

Pengamat hukum Universitas Pattimura (Unpatti) Nazarudin Tioanotak mengemukan, bila penggunaan anggaran proyek tersebut tidak melalui pembahasan di Banggar, maka merupakan pelanggaran penggunaan anggaran serta penyalahgunaan wewenang. “Ini bisa disebut proyek siluman. Sehingga, harus diusut oleh aparat penegak hukum,” kata Tianotak, Minggu (24/1).

Gapura itu dibangun dengan anggaran sebesar Rp5.6 miliar dengan rincian, tahun 2014 pemerintah setempat mengalokasikan anggaran Rp2.8 miliar. Dana dengan jumlah yang sama kembali digelontorkan pada tahun 2015.

Namun, dua kali penggunaan anggaran itu tidak melalui pembahasan bersama Banggar. “Kita di Banggar tidak pernah bahas anggaran Gapura itu,” kata anggota Banggar DPRD kabupaten SBB, Jus Akarina, Minggu (17/1) lalu.

Nasarudin Tianotak melanjutkan, sejak awal proyek itu telah mendapat sorotan publik. Itu berarti ada yang tidak beres. Apalagi, terungkap lagi bahwa anggaran tidak melalui pembahasan di Banggar.

“Seharusnya DPRD dari awal sudah mempertanyakan masalah ini kepada pemda. Jangan proyek sudah jadi baru bicara. Sekarang ini, DPRD harus lebih tegas, demikian juga aparat penegak hukum,” ujar Pembantu III dekan Fakultas Hukum Unpatti itu.

Jaksa mulai menyelediki kasus itu sejak Juni 2015 lalu, saat Kejaksaan Tinggi Maluku dipimpin Chuk Suryosumpeno. Namun, setelah dikonfirmasi tentang perkembangan penanganan kasus tersebut, Kasi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Maluku, Bobby Kim Palapia mengakui tidak ditemukan penyimpangan dalam kasus itu.

Menurut pengamat hukum Universitas Darussalam (Unidar) Ambon Dayanto, sebaiknya jaksa menelusuri lebih jauh alur penggunaan dana untuk proyek tersebut. Sebelum mengambil kesimpulan. “Kesimpulan kejaksaan tentang itu (tidak menemukan penyimpangan) adalah kesimpulan yang prematur,” ungkapnya.

Direktur Parliament Responsive Group (Pamor) itu menjelaskan, APBD merupakan dokumen yuridis penetapan dan penggunaan anggaran daerah untuk pembangunan, karena diperkuat dengan peraturan daerah (Perda). Sehingga, bila penggunaan anggaran daerah tidak berbasis pada APBD, di situlah letak pelanggaran hukum.

Dayanto melanjutkan, setiap kegiatan pemerintah atau pemerintah daerah, yakin setiap kegiatan belanja pemerintah harus didasarkan pada pegangan yuridis di APBD.
Kecuali, kata Dayanto bila itu merupakan pembiayaan yang bersifat mendesak akibat suatu yang memerlukan penanganan segera melalui anggaran, sehingga pemerintah daerah setempat mengambil tindakan itu.

“Tapi ini kan tindakan kegiatan biasa, yang mestinya dibahas dan ditetapkan bersama DPRD. Kalau pegangannya tidak ada di APBD itu pelannggaran hukum, di situ ada penyalahagunaan keuangan daerah bisa terjadi di situ, walaupun kegiatannya ada tetapi kan rujukannya tidak ada,” tandasnya.

Anggota DPRD Maluku dari Daerah Pemilihan Kabupaten SBB, Samson Atapary mengatakan, bila anggaran yang digunakan untuk membangun Gapura tersebut adalah anggaran daerah maka jaksa harus mengusutnya hingga tuntas.

“Beda kalau itu uang milik pihak ketiga. Istilahnya pinjam dulu nanti baru dimasukkan dalam APBD. Jadi, kita minta jaksa tegas,” katanya.

Diakuinya, informasi tentang dihentikannya proses hukum terhadap kasus tersebut, telah diperolehNamun menurutnya, alasan itu masih harus dipertegas oleh Jaksa. Sebab, bukan saja tentang pembahasan anggaran di DPRD tapi juga dugaan mark up anggaran yang digelontorokan untuk proyek itu.

“Kita ini bukan ahli bangunan. Tapi melihat fisik Gapura itu, sulit dipercaya kalau menggunakan uang sebanyak itu,” ungkapnya.

Pentingnya ketegasan Jaksa, lanjut Atapary juga karena beredarnya informasi tentang oknum Jaksa di lingkup Kejati Maluku Berinisial BS yang diduga menghalangi proses hukum terhadap setiap kasus dugaan korupsi yang menyeret nama bupati kabupaten SBB, Jacobus Puttileihalat.

“Jangan sampai rumor ini benar sehingga berpengaruh juga terhadap kasus Gapura ini,” katanya. (MAN)