Ambon Ekspres
7 January 2016
AMBON, AE.—Berbagai informasi tentang dugaan bermasalahnya Terminal Transit di desa Passo, kecamatan Baguala kota Ambon mendapat perhatian serius aparat penegak hukum di Kejaksaan Negeri (Kejari) Ambon.
Dalam waktu dekat masalah ini akan dibahas dalam rapat di institusi penegak hukum itu. Jaksa didorong untuk menelusuri penggunaan angaran proyek tersebut. Sebab, lambannya penyelesaian terminal tersebut menjadi indikasi bahwa ada hal yang tidak beres dalam pekerjannya.
Kasi Intel Kejari Ambon, Nur Alim Rachim mengatakan, berbagai informasi dari masyarakat termasuk melalui media massa menjadi perhatian pihaknya. Sehingga, informasi tentang masalah Terminal Transit Passo yang telah menghabiskan uang negara sekitar Rp 38 miliar, namun belum kelar itu akan dikaji dalam rapat evaluasi dan perencanaan di jajaran kejaksaan Maluku.
“Kalau Informasi melalui media memang bisa kita telusuri. Tapi nanti kita bahas dulu. Kalau memang bisa, ya pasti ditindaklanjuti ditelusuri,” katanya di kantor Kejari Ambon, Selasa (5/1).
Dijelaskan, masalah terminal Transit akan disampaikan dalam rapat bersama jajaran Kejaksaan di Maluku pada awal tahun ini untuk dibahas. Bila dari berbagai informasi tersebut ditemukan indikasi kuat tentang penyalahgunaan keuangan negara dalam proyek tersebut, jaksa akan menindaklanjutinya.
“ Awal tahun ini kita akan rapat bersama pimpinan, kebetulan Pak Kajari belum ada. Kalau sudah waktunya dalam waktu dekat rencana ada rapat evaluasi semua jajaran Kejaksaan.
Di Maluku untuk evaluasi penanganan kasus di tahun sebelumnya dan apa yang perlu kita lakukan di tahun ini. Jadi terima kasih atas Informasinya, ya. Kita sadar bahwa kita tidak akan bekerja dengan baik bila tidak ada informasi dari masyarakat,” katanya.
Koordinator Indonesia Democracy Reform Institute (INDEI), Wahada Mony mengatakan, dugaan bermasalahnya penggunaan dana proyek Terminal Transit Passo telah terungkap sejak beberapa waktu lalu. Namun, jaksa terkesan tidak tanggap.
Padahal informasi melalui media massa adalah informasi yang berdasarkan fakta di lapangan, bahwa pekerjaan terminal tersebut belum selesai meski sudah banyak anggaran yang dihabiskan.
“Banyak pihak menyorotinya, tapi jaksa masih tinggal diam. Pertanyaan mendasarnya adalah, kenapa jaksa acuh bahkan enggan mengusut tuntas masalah itu,” katanya.
Ditegaskan, untuk mengusut tuntas masalah itu, tentu itu adalah peran penting jaksa sebagai aparat penegak hukum. Masyarakat dan media massa telah memainkan perannya, memberikan informasi kepada jaksa. Selanjutnya, tergantung kemauan jaksa untuk bekerja.
“ Proyek Passo sungguh dramatis. Harusnya sudah ada titik terang dalam penanganan kasus ini. Tapi faktanya, jaksa masih diam. Kita kuatir masalah ini tidak disentuh oleh jaksa. Padahal sudah banyak uang negara yang habis di sana,” ungkapnya.
Sekedar ingat, Terminal Transit tersebut mulai dibangun pada masa pemerintahan Jopi Papilaja sebagai Wali Kota Ambon bersama wakilnya Olivia Latuconsina. Ini sebagai bagian dari upaya menjadikan Desa Passo sebagai kota orde kedua. Pemerintah pun bersemangat dengan menggelontorkan anggaran puluhan miliar rupiah pada beberapa tahun anggaran.
Terminal yang dibangun diatas lahan sekitar 5 hektar itu, antara lain untuk mengalihkan semua Angkutan Kendaraan Dalam Provinsi (AKDP) ke sana, guna mengurangi tingkat kemacetan di dalam kota. Proyek direncanakan tuntas pada tahun 2010 lalu, namun molor hingga saat ini.
Tahun 2007, pemerintah kota Ambon mengalokasikan anggaran sebesar Rp7 miliar lebih untuk pembangunan tahap awal yakni pembebasan lahan, penggusuran dan pembersihan lokasi.
Berikutnya, tahun 2008, pemerintah kota mengalokasikan anggaran sebesar Rp12 miliar untuk pembangunan tahap ke II yakni penimbunan, pekerjaan dasar dan penimbunan serta pengecoran tiang pancang.
Dan di tahun 2009, pemerintah menyediakan anggaran sebesar Rp14 miliar pekerjaan tahap III yakni pengecoran lantai dan sebagian dinding beton gedung Terminal. Pekerjaan ditangani PT Reminal Utama Sakti.
Tahun 2010, rencana pembangunan tahap empat dengan anggaran Rp21 miliar untuk penyelesaian gedung A, batal terwujud karena pemerintah kota mengalami defisit anggaran. Sehingga, pekerjaan pun terhenti sampai tahun 2014, pemerintah kota mengusulkan kepada pemerintah pusat agar ada kucuran anggaran dari sana. Namun, permintaan itu tidak diamini pempus.
Karena itu, pemerintah kota terpaksa kembali mengalokasikan anggaran dari APBD kota Ambon tahun 2014 sebesar Rp1.5 miliar untuk pembangunan Tower Terminal.
Pemerintah pusat baru mengabulkan permintaan anggaran untuk kelanjutan pembangunan dengan mengalokasikan anggaran sebesar Rp4 miliar lebih pada tahun 2015, guna merampungkan beberapa bagian gedung di dalam terminal, diantaranya ruang tunggu, kantin, ruang monitoring, dan ruang loket.
Pihak PT Reminal Utama Sakti kembali diberikan kepercayaan untuk menangani pekerjaan ini dengan masa kontrak sampai Desember 2015.
Tahun ini, pemerintah provinsi Maluku juga mengalokasikan anggaran sebesar Rp2 milar lebih untuk membangun pagar setinggi 2.5 meter, mengelilingi terminal. Pekerjaan ditangani PT. Polaris Jaya Sakti.
Wahda Mony melanjutkan, untuk mengusut masalah itu, jaksa perlu meminta keterangan dari kontraktor dan unsur pemerintah daerah yang berwenang langsung dalam proyek tersebut. Bila sudah ditemukan bukti kuat tentang penyalahgunaan anggaran maka siapa pun yang terlibat harus diproses secara hukum. Jangan ada tebang pilih.
“Kejaksaan dituntut agar segera mungkin menyisir pelaku yang terlibat langsung dalam pengerjaan mega proyek transit Passo tersebut. Jika kejaksaan diam dan kasusnya dibiarkan berlarut maka akan berefek ganda terhadap pasifnya pemberantasan korupsi di Maluku,” ujarnya. (MAN)