Jaksa Agung dukung Kejati

Ambon – Gebrakan Kejati Ma­luku membongkar du­gaan mark up pembelian lahan dan ge­dung di Su­rabaya diapre­sia­si po­sitif oleh Jaksa Agung, HM Prasetyo. Ia mendu­kung kasus yang me­rugikan negara Rp 7,6 milyar itu, dituntaskan.

Tiba di Ambon, Senin (30/5) Prasetyo langsung meng­unjungi Kantor Kejati Ma­luku, di Jl. Sultan Hairun. Ia ingin memastikan kasus-ka­sus dugaan korupsi yang di­usut Jan S Maringka dan anak buahnya berjalan lan­car.

“Saya ingin melihat bagai­mana kinerja mereka, saya ingin melihat sejauh mana ke­sulitan mereka. Satu hal yang disyukuri, proses pena­nganan perkara akan lebih lancar dan lebih optimal. Jadi kalaupun hadir kemari sedang ada penanganan kan ke­betulan saja. Ya dukung,” tandasnya, kepada wartawan di halaman Kantor Kejati Maluku.

Prasetyo yang tiba dengan mobil Alphard G berplat Nomor RI 68 pukul 16.00 WIT itu, mengaku baru pertama kali ke Ambon.

“Saya barusan pertama kali mengunjungi Maluku. Dan ini kita jadikan sebagai bahan evaluasi sekaligus saya diun­dang oleh Unpatti untuk seminar sebagai pembicara ten­tang sinergitas penegakan hukum di negara maritim dan Maluku ini provinsi seribu pulau,”  jelasnya.

Prasetyo mengatakan, kondisi geografis Maluku, menjadi masalah bagi jaksa-jaksa yang tinggal jauh dari Kota Ambon. Karena itu, akan dibangun wisma bagi mereka ketika bersidang di Ambon.

“Ini kan harus sidang di sini. Ini jadi masalah. Kami ber­syukur dari Presiden melalui menteri kita akan diberikan semacam hibah atau bantuan membangun wisma kepada para jaksa di daerah ketika mereka sidang di Ambon,” ujarnya.

Laporkan Tiga kasus

Saat pertemuan dan tatap muka dengan seluruh jajaran kejaksaan di Maluku yang di­pusatkan di Aula Kantor Ke­jati Maluku, Kajati Maluku Jan S Maringka melaporkan tiga kasus korupsi yang sedang ditangani Kejati Maluku.

Ketiga kasus itu, kasus du­gaan mark up pembelian lahan dan gedung bagi pembangu­nan kantor cabang Bank Ma­luku Malut di Surabaya, kasus repo saham  dan pengelolaan dana hibah dari PT Buana Pratama Sejahtera (BPS) ke Pemprov Maluku untuk pem­bersihan kawasan tambang emas Gunung Botak di Kabu­paten Buru. Dana milyaran rupiah itu masuk ke rekening Kadis ESDM, Martha M. Nanlohy

“Di Kejati Maluku ada tiga kasus yang menjadi perhatian  diantaranya kasus Gunung Botak, pembelian lahan dan gedung untuk kantor Bank Maluku di Surabaya dan ka­sus repo saham,” jelas Ma­ringka dalam pertemuan itu.

Tak hanya kasus, Maring­ka juga melaporkan kondisi kantor Kejati Maluku yang sudah tak lagi layak.

“Kantor Kejati Maluku dilihat dari luar megah tetapi di dalam sudah lapuk. Untuk itu kalau soal pembangunan kantor kejati baru di Poka, sudah sampaikan ke presiden dan sudah disetujui sehingga presiden meminta membuat surat bersifat mendesak untuk pembangunan kantor kejati,” ujarnya.

Prasetyo yang mendengar laporan Maringka sangat mem­berikan apresiasi. Ia ke­mu­dian berbagi pengalaman dan mendorong jajaran Kejati Maluku bekerja optimal.

Makan Malam Bersama

Usai pertemuan di Kejati Maluku, Prasetyo juga meng­hadiri makan malam bersama dengan Gubernur Maluku Said Assagaff, Muspida Ma­luku, para bupati/ walikota di The Natsepa Hotel.

Dijadwalkan hari ini, Pra­setyo akan menjadi pembicara dalam seminar nasional de­ngan tema sinergitas penega­kan hukum di negara maritim.

Setelah itu, ia akan me­ninjau lokasi pembangunan Kantor Kejati Maluku yang baru dan Mes Tipikor di Desa Poka, Kecamatan Teluk Ambon.

Tuntaskan Kasus Bank Maluku

Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Maluku turun ke jalan kemarin untuk mendesak Kejati Maluku segera menun­taskan kasus-kasus korupsi yang tengah diusut diantara­nya, kasus yang melilit Bank Maluku.

Dalam aksi yang dipimpin Jopie Ferdinandus  di depan Mapolsek Sirimau itu, mereka meminta pemegang saham bertanggung jawab dalam kasus di bank berplat merah itu.

“Tidak boleh ada sistem te­bang pilih dalam penyelesaian kasus Bank Maluku. Peme­gang sama ikut bertanggung jawab atas kasus ini,” ujar Ferdinandus.

GMNI mendukung Kejati Maluku mengusut tuntas kasus-kasus korupsi lainnya hingga tuntas.

“Kasus pengerjaan jalan Trans Babar (dari Desa Tela  Dusun Masbuar sampai ke ibukota Kecamatan Pulau-Pulau Babar) di Kabupaten MBD yang dikerjakan dari tahun 2010 sampai sekarang belum kunjung selesai,” kata Ferdinandus.

Aksi damai yang dilakukan pukul 10.15 itu, hanya ber­lang­sung 20 menit karena dibubarkan aparat kepolisian.

Transaksi pembayaran pem­belian gedung dan lahan di Surabaya senilai Rp 54 milyar itu, dilakukan Direksi Bank Maluku pada 17 November 2014.

Ada kejanggalan dalam sebuah transaksi yang lazim dilakukan, karena pembayaran tersebut dilaksanakan tanpa didahului penilaian atau apprasial.

Konon usai transaksi dila­kukan, baru ditunjuk  Kantor Jasa Penilai Publik Firman Suryantoro Sugeng Suzy Hartomo dan rekan (FAST) melakukan appraisal. Padahal semestinya, appraisal dila­kukan sebelum pembayaran.

Sesuai tugas yang diberi­kan petinggi Bank Maluku, FAST kemudian melakukan appraisal pada bulan April 2015. Para petinggi Bank Maluku kaget dengan hasil penilaian yang dilakukan FAST, karena nilainya jauh dari harga yang telah diba­yarkan oleh Bank Maluku.

Sesuai hasil laporan peni­laian FAST Nomor: 004/SBS-PN/FAST-SBY/IV/15 terta­nggal 12 April 2015 disebut­kan, nilai pasar bangunan dan tanah itu sebesar Rp.46. 392.000.000,.

Lantaran terlanjur memba­yar Rp 54 milyar, maka hasil appraisal KJPP FAST dirubah alias dipalsukan. Hasil appraisal atau penilaian KJPP FAST yang tadinya sebesar Rp. 46.392.000.000 dirubah ang­kanya menjadi Rp 54.808. 500.000,-. Kemudian waktu survei yang harusnya bulan April 2015 dirubah menjadi Oktober 2014.  Hal ini dilaku­kan seolah-olah FAST mela­kukan appraisal sebelum dila­kukan transaksi pembayaran pada 17 November 2014.

Atas pemalsuan ini, pihak FAST telah melayangkan su¬rat  kepada Direksi Bank Maluku tanggal 16 April 2015. Dalam surat Nomor: 002/SBS-SP/FAST/IV/15 itu,  KJPP FAST menyatakan tidak pernah mengeluarkan ringkasan penilaian tersebut (senilai Rp 54.808.500.000) atau dengan kata lain ringkasan penilaian tersebut adalah palsu atau tidak benar.

Informasi lain yang diperoleh, uang senilai Rp 54 milyar yang ditransfer Bank Maluku tersebut harusnya kepada Spectra Intiland selaku profesional broker dan developer property, namun kepada Soenarko melalui rekening BCA miliknya dengan nomor 014.001.9984. Informasi yang diperoleh, Soenarko sehari-hari adalah supir mobil rental di Surabaya.

Langgar Aturan

Pembelian gedung di Surabaya itu juga menyimpang dari ketentuan Bank Indonesia. Sesuai hasil audit Auditor Independen Hendrawinata Eddy Siddharta dan Tanzil atas laporan  keuangan PT Bank Maluku tanggal 31 Desember 2014 disebutkan, satu, pengadaan aset tetap untuk rencana pembukaan kantor cabang Surabaya tidak sesuai dengan ketentuan internal yang berlaku di bank.

Dua, nilai investasi tanah dan bangunan di Kota Surabaya tidak sesuai dengan ketentuan dalam surat Edaran BI No.15/7/DPNP tanggal 8 Maret  2013, yang menetapkan, pem-bangunan gedung kantor dan inventaris maksimal Rp 8 milyar untuk pembukaan kantor cabang bagi bank yang memiliki modal inti di bawah Rp 1 triliun.

Saat pembelian gedung dan lahan di Surabaya, modal inti yang dimiliki  Bank Maluku Malut hanya Rp 260 milyar lebih. Saat itu  modal inti Bank Maluku Malut hanya Rp 260 milyar lebih sehingga tidak diperkenankan untuk pembangunan gedung kantor dan inventaris untuk pembukaan kantor cabang.

Tim penyidik Kejati Maluku telah menetapkan Dirut PT Bank Maluku-Maluku Utara Idris Rolobessy, Kepala Devisi Renstra dan Corsec, Petro Rudolf Tentua dan  Bos CV Harves, Heintje Abraham Toisuta sebagai tersangka.

Pengembangan penyidikan terus dilakukan, sehingga kemungkinan ada tersangka baru. (S-27/S-39)