Ambon Ekspres
05 January 2016
AMBON,AE— Program pemerintah pusat untuk mengalokasikan dan APBN sebesar 20 persen untuk bidang pendidikan dari jumlah keseluruhan pemanfaatan dana APBN, perlu mendapatkan pengawasan ketat pihak terkait. Pasalnya, cukup banyak penyimpangan yang terjadi dalam pemanfaatan dana pendidikan terutamanya di tingkat kabupaten/kota.
Dugaan penyimpangan terjadi di Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah (Malteng). Dana Bantuan Siswa Miskin (BSM) yang diterima para murid Sekolah Dasar (SD) Negeri 5 Tulehu, ternyata tidak utuh. Dana sebesar Rp 37 juta lebih itu ‘disunat’.
Dugaan sementara pejabat di sekolah tersebut memotong dana BSM secara sepihak tanpa melalui prosedur yang jelas. Untuk kelas satu dipotong sebesar Rp 25 ribu dan untuk kelas II sampai VI dipotong Rp 75 ribu per siswa.
Jumlah penerima bantuan sebanyak 94 murid. Aksi yang dilakukan oleh oknum pejabat ini ditentang habis-habisan oleh dewan guru dan komite sekolah.
Para dewan guru mengaku kaget dan heran dengan pemotongan anggaran itu. Sebab dalam aturan, tidak bisa dipotong. ”Kami sangat kecewa dengan sikapnya. Masa haknya murid dipotong seperti itu.
Pemotongan itu juga tanpa sepengetahuan kami (guru) maupun pihak komite sekolah dan hal ini tidak pernah dirapatkan,” ungkap dewan guru kepada Ambon Ekspres di Tulehu, kemarin.
Menurut mereka, harusnya siswa kelas I menerima Rp 225 ribu, sementara kelas II sampai VI menerima Rp 450 rupiah. Namun implementasinya tidak sesuai aturan. Dana BSM dipotong per murid Rp 25 ribu (kelas I) dan Rp 75 ribu untuk kelas II dan VI.
” Kami tidak tahu tujuan pemotongan itu, apa karena dia selalu tertutup mengenai dana BSM maupun dana BOS. Kalau sudah seperti ini, berarti dana BSM ini telah ‘disunat’, tanpa melalui prosedur, baik melalui keputusan sekolah, maupun pihak komite sekolah,” jelas mereka.
Bukan hanya itu, oknum pejabat itu juga mengancam akan memindahkan guru-guru yang tidak sependapat dengan cara kerjanya. ”Kami tidak bisa berbuat apa-apa karena dia mengancam akan memindahkan kami dari sekolah itu.
Dia membawa nama bupati, Kadis Dispora dan Kepala BKD Malteng dalam persoalan ini. Kami hanya bisa diam dan tak bisa berbuat macam-macam,” keluh mereka.
Mereka pun meminta agar oknum pejabat ini dipindahkan dari sekolah ini, termasuk bendahara sekolah itu. ”Kami sudah cukup sabar. Selama ini, mereka berdua yang selalu bekerjasama untuk melakukan pemotongan. Bila permintaan kami tidak diindahkan, maka kami memilih mogok mengajar,” tegas dewan guru menutup pembicaraan.
Sementara itu, Ketua Komite SD 5 Tulehu, Hasan mengatakan, oknum pejabat itu harus memberikan keterangan yang jelas didepan orang tua wali murid, guru dan komite, sehingga jelas pertanggung jawabannya.
”Jika masalah ini dibiarkan, saya khawatir akan terjadi gejolak terhadap persoalan ini, dan jangan sampai masalah ini dicium oleh aparat penegak hukum,” ungkapnya.
Sebenarnya, kata dia, pemerintah meluncurkan Program BSM dengan tujuan untuk membantu siswa yang dikategorikan miskin, untuk dapat secara layak mengikuti pembelajaran yang berlangsung di sekolah sehingga Program Wajib Belajar 9 tahun bisa berjalan dengan sukses.
”Kan ada aturan yang tegas dari pelaksanaan program ini. Antara lain adalah pihak sekolah dilarang untuk memotong dana BSM. Artinya dana BSM harus diterima secara penuh oleh siswa yang berhak. Kalau ada aksi pemotongan berarti ada yang tidak beres,” ungkapnya.
Tak hanya itu, oknum pejabat itu juga diduga memalsukan tanda tangannya untuk pencairan anggaran ratusan juta rupiah untuk pembangunan dua ruang kelas yang baru. ”Saya tidak tahu maksudnya apa sehingga memalsukan tandatangan saya. Persoalan ini akan saya bawah ke ranah hukum dan dia harus bertanggung jawab.
Jangan pernah ada praktik korupsi di sekolah ini. Pejabat atau kepala sekolah yang tidak bersih tolong dicopot dan saya minta ada tim yang turun untuk memeriksa sang kepsek,” pungkasnya meminta.
Dibagian lain, Kepsek Sabaria Ohorella tak menampik adanya pemotongan dana BSM dari 94 murid di sekolah itu.” Benar, saya lakukan pemotongan tapi itu dilakukan atas kesepakatan orang tua siswa. Uang hasil pemotongan itu akan kami berikan kepada siswa miskin yang tidak punya nama di daftar penerima BSM,” kilahnya.
Dia menganggap tidak ada pelanggaran dalam pemotongan anggaran. Menurut dia, kebijakan tersebut telah mendapat persetujuan dari orang tua siswa dengan kepala sekolah dan bendahara. ”Jadi, pemotongan itu sudah sesuai. Tidak ada masalah,” tegasnya.
Terkait dengan pemalsuan tandatangan ketua komite, dia mengaku bahwa itu kebijakan darinya dan pihak dinas (Dispora Malteng). ”Itu inisiatif dirinya dan pihak dinas. Jadi dia tidak ingin disalahkan soal pemalsuan tandatangan tersebut,” demikian Ohorella. (ZAL)